Senin, 12 November 2012

DAFTAR CHECKLIST PERLENGKAPAN KEGIATAN MENDAKI GUNUNG

A. Perlengkapan Utama
1.    Sepatu dan kaus kaki.
2.    Ransel (frame pack, ukuran besar, 30 – 60 liter).
3.    One day pack (ransel/tas kecil untuk mobilitas jarak pendek).
4.    Senter dan batere dan bolam ekstra.
5.    Ponco atau raincoat.
6.    Matras.
7.    Sleeping bag (atau sarung kalau tidak punya).
8.    Topi rimba.
9.    Tempat minum atau veples.
10. Korek api dalam wadah waterproof (tempat film) dan lilin.
11. Obat-obatan pribadi (P3K set).
12. Pisau saku.
13. Kompor untuk masak (kompor parafin dan parafin atau kompor tahu dan minyak tanah atau kompor gas dan tabung elpiji).
14. Nesting dan sendok dan cangkir.
15. Peluit (bagus: peluit SOS atau whistle).
16. Survival Kit).
17. Peta dan kompas.
18. Altimeter (kalau punya).
19. Tenda (bisa diganti ponco atau lembaran kain parasut untuk dijadikan bivak).
20. Parang tebas dan batu asah.
21. Tissue gulung (untuk membersihkan perangkat makan-minum bila tidak ada air, dan alat bersih diri habis buang air besar).
22. Sandal jepit.
23. Gaiter (untuk pendakian di daerah yang banyak pasirnya).
24. Kaus tangan.
25. Personal higiene: sikat gigi, odol, sabun mandi, shampo (untuk membersihkan diri saat di desa terakhir, atau saat dalam perjalanan bertemu dengan sungai yang bisa untuk bersih-bersih diri).
26. Tali plastik (sekitar 10 meter, untuk membuat bivak atau tenda) dan tali rafia.

B. Pakaian
1.    Pakaian dalam.
2.    Celana pendek.
3.    Celana panjang.
4.    Kaos/t-shirt.
5.    Sweater atau parka.
6.    Jaket (tahan air).
7.    Sarung.
8.    Kerpus atau balaclava.
9.    Scarf atau slayer.
10. Hem lengan panjang.
11. Pakaian ganti: kaus kaki, kaos, sweater, pakaian dalam.
12. Kaus tangan.
13. Jas hujan (raincoat atau ponco).

C. First Aid Kit
1.    Betadine.
2.    Kapas.
3.    Kain kassa.
4.    Perban.
5.    Rivanol.
6.    Alkohol 70%.
7.    Obat alergi: CTM.
8.    Obat maag.
9.    Tensoplast (agak banyak, mis: 4 pack, terutama untuk preventif ‘blister’ yang dikenakan sebelum perjalanan dilakukan).
10. Parasetamol.
11. Antalgin.
12. Obat sakit perut (diare): Norit, Diatab
13. Obat keracunan: Norit.
14. Sunburn preventif: Nivea atau Sunblock
15. Oralit (agak banyak, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang; kalau tidak ada bisa diganti larutan gula-garam).

D. Survival Kit
1.    Kaca cermin.
2.    Peniti.
3.    Jarum jahit.
4.    Benang nilon.
5.    Mata pancing dan senar pancing.
6.    Silet atau cutter.
7.    Korek api dalam wadah water proof dan lilin.

E. Lain-Lain
1.    KTP atau Kartu Pelajar
2.    Uang
3.    Buku catatan perjalanan (jurnal, diary) dan bolpen.
4.    Kamera dan film (sekarang: kamera digital dan batere cadangan).
5.    Radio kecil dan batere cadangan.
6.    Alat komunikasi (HT, sekarang: HP).



Kamis, 08 November 2012

Link Download Buku



  1. SOE HOK GIE (CATATAN SEORANG DEMONSTRAN)
  2. SOE HOK GIE - DI BAWAH LENTERA MERAH
  3. Donny Dhirgantoro – 5cm (Part I)
  4. Donny Dhirgantoro – 5cm (Part II)

Catatan Seorang Petualang

*Ada dua hal yang membuat saya sulit untuk menulis tentang almarhum adik saya, Soe Hok Gie. Pertama, karena terlalu banyak yang mau saya katakan, sehingga saya pasti akan merasa kecewa kalau saya menulis tentang dia pada pengantar buku ini. Kedua, karena bagaimanapun juga, saya tidak akan dapat menceritakan tentang diri adik saya secara obyektif. Saya terlalu terlibat di dalam hidupnya. Karena itu, untuk pengantar buku ini, saya hanya ingin menceritakan suatu peristiwa yang berhubungan dengan diri almarhum, yang mempengaruhi pula hidup saya dan saya harap, hidup orang-orang lain juga yang membaca buku ini.

Saya ingat, sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya. Dia berkata, “Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.

Saya tahu, mengapa dia berkata begitu. Dia menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang-kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat-surat kaleng yang antara lain memaki-maki dia sebagai “Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibu saya sering gelisah dan berkata: “Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang”. Terhadap ibu dia cuma tersenyum dan berkata “Ah, mama tidak mengerti”.

Kemudian, dia juga jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orangtuanya tidak setuju – mereka selalu dihalangi untuk bertemu. Orangtua gadis itu adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan Hok Gie sudah beberapa kali bicara dengan dia. Kepada saya, Hok Gie berkata: “Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya bicara dengan ayahnya si., saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya tanpa tulisan-tulisan saya. Tetapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya”.

Karena itu, ketika seorang temannya dari Amerika menulis kepadanya: “Gie seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, Selalu. Mula-mula, kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus-menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan”. Surat ini dia tunjukkan kepada saya. Dari wajahnya saya lihat dia seakan mau berkata: Ya, saya siap.

Dalam suasana yang seperti inilah dia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke puncak gunung Semeru. Pekerjaan terakhir yang dia kerjakan adalah mengirim bedak dan pupur untuk wakil-wakil mahasiswa yang duduk di parlemen, dengan ucapan supaya mereka bisa berdandan dan dengan begitu akan tambah cantik di muka penguasa. Suatu tindakan yang membuat dia tambah terpencil lagi, kali ini dengan beberapa teman-teman mahasiswa yang dulu sama-sama turun ke jalanan pada tahun 1966.

Ketika dia tercekik oleh gas beracun kawah Mahameru, dia memang ada di suatu tempat yang terpencil dan dingin. Hanya seorang yang mendampinginya, salah seorang sahabatnya yang sangat karib. Herman Lantang. Suasana ini juga yang ada, ketika saya berdiri menghadapi jenazahnya di tengah malam yang dingin, di rumah lurah sebuah desa di kaki Gunung Semeru. Jenazah tersebut dibungkus oleh plastik dan kedua ujungnya diikat dengan tali, digantungkan pada sebatang kayu yang panjang, Kulitnya tampak kuning pucat, matanya terpejam dan dia tampak tenang. Saya berpikir: “Tentunya sepi dan dingin terbungkus dalam plastik itu”. Ketika jenazah dimandikan di rumah sakit Malang, pertanyaan yang muncul di dalam diri saya alah apakah hidupnya sia-sia saja? Jawabannya saya dapatkan sebelum saya tiba kembali di Jakarta.

Saya sedang duduk ketika seorang teman yang memesan peti mati pulang. Dia tanya, apakah saya punya keluarga di Malang? Saya jawab “Tidak. Mengapa?” Dia cerita, tukang peti mati, ketika dia ke sana bertanya, “untuk siapa peti mati ini?” Teman saya menyebut nama Soe Hok Gie dan si tukang peti mati tampak agak terkejut. “Soe Hok Gie yang suka menulis di koran?” Dia bertanya. Teman saya mengiyakan. Tiba-tiba, si tukang peti mati menangis. Sekarang giliran teman saya yang terkejut. Dia berusaha bertanya, mengapa si tukang peti mati menangis, tapi yang ditanya terus menangis dan hanya menjawab “Dia orang berani. Sayang dia meninggal”.

Jenazah dibawa oleh pesawat terbang AURI, dari Malang mampir Yogya dan kemudian ke Jakarta. Ketika di Yogya, kami turun dari pesawat dan duduk-duduk di lapangan rumput. Pilot yang mengemudikan pesawat tersebut duduk bersama kami. Kami bercakap-cakap. Kemudian bertanya, apakah benar jenazah yang dibawa adalah jenazah Soe Hok Gie. Saya membenarkan. Dia kemudian berkata: “Saya kenal namanya. Saya senang membaca karangan-karangannya. Sayang sekali dia meninggal. Dia mungkin bisa berbuat lebih banyak, kalau dia hidup terus”. Saya memandang ke arah cakrawala yang membatasi lapangan terbang ini dan hayalan saya mencoba menembus ruang hampa yang ada di balik awan sana. Apakah suara yang perlahan dari penerbang AURI ini bergema juga di ruang hampa tersebut?

Saya tahu, di mana Soe Hok Gie menulis karangan-karangannya. Di rumah di Jalan Kebon jeruk, di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram, karena voltase yang selalu turun kalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang-orang lain sudah tidur, seringkali masih terdengar suara mesin tik dari kamar belakang Soe Hok Gie, di kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangannya. Pernahkan dia membayangkan bahwa karangan tersebut akan dibaca oleh seorang penerbang AURI atau oleh seorang tukang peti mati di Malang?

Tiba-tiba, saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata “Ya” atau “Tidak”, meskipun Cuma di dalam hatinya.

Saya terbangun dari lamunan saya ketika saya dipanggil naik pesawat terbang. Kami segera akan berangkat lagi. Saya berdiri kembali di samping peti matinya. Di dalam hati saya berbisik “Gie, kamu tidak sendirian”. Saya tak tahu apakah Hok Gie mendengar atau tidak apa yang saya katakan itu. Suara pesawat terbang mengaum terlalu keras.

Arief Budiman (Soe Hok Djin)
(seperti dimuat dalam buku Catatan Seorang Demonstran edisi 1993)

Pencinta Alam


Sedikit sekali orang yang bisa memahami keadaan seseorang atau keadaan sekitarnya, jika ia tidak terjun langsung atau mengalami apa yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya.

Pencinta Alam atau biasa disebut PA, itulah yang pertama kali orang katakan saat melihat sekelompok orang – orang ini. Dengan ransel serat beban, topi rimba, baju lapangan, dan sepatu gunung yang dekil bercampur lumpur, membuat mereka kelihatan gagah. Hanya sebagian saja yang menatap mereka dengan mata berbinar menyiratkan kekaguman, sementara mayoritas lainnya lebih banyak menyumbangkan cibiran, bingung, malah bukan mustahil kata sinis yang keluar dari mulut mereka, sambil berkata dalam hatinya, “Ngapain cape – cape naik Gunung. Nyampe ke puncak, turun lagi…mana di sana dingin lagi, hi…!!!!!!!”

Tapi tengoklah ketika mereka memberanikan diri bersatu dengan alam dan dididik oleh alam. Mandiri, rasa percaya diri yang penuh, kuat dan mantap mengalir dalam jiwa mereka. Adrenaline yang normal seketika menjadi naik hanya untuk menjawab golongan mayoritas yang tak henti – hentinya mencibir mereka. Dan begitu segalanya terjadi, tak ada lagi yang bisa berkata bahwa mereka adalah pembual !!!!!

Peduli pada alam membuat siapapun akan lebih peduli pada saudaranya, tetangganya, bahkan musuhnya sendiri. Menghargai dan meyakini kebesaran Tuhan, menyayangi sesama dan percaya pada diri sendiri, itulah kunci yang dimiliki oleh orang – orang yang kerap disebut petualang ini. Mendaki gunung bukan berarti menaklukan alam, tapi lebih utama adalah menaklukan diri sendiri dari keegoisan pribadi. Mendaki gunung adalah kebersamaan, persaudaraan, dan saling ketergantungan antar sesama.

Dan menjadi salah satu dari mereka bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi pandangan masyarakat yang berpikiran negative terhadap dampak dari kegiatan ini. Apalagi mereka sudah menyinggung soal kematian yang memang tampaknya lebih dekat pada orang - orang yang terjun di alam bebas ini. “Mati muda yang sia – sia.” Begitu komentar mereka saat mendengar atau membaca anak muda yang tewas di gunung. Padahal soal hidup dan mati, di gunung hanyalah satu dari sekian alternative dari suratan takdir. Tidak di gunung pun, kalau mau mati ya matilah…!!! Kalau selamanya kita harus takut pada kematian, mungkin kita tidak akan mengenal Columbus penemu Benua Amerika.

Di gunung, di ketinggian kaki berpijak, di sanalah tempat yang paling damai dan abadi. Dekat dengan Tuhan dan keyakinan diri yang kuat. Saat kaki menginjak ketinggian, tanpa sadar kita hanya bisa berucap bahwa alam memang telah menjawab kebesaran Tuhan. Di sanalah pembuktian diri dari suatu pribadi yang egois dan manja, menjadi seorang yang mandiri dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Rasa takut, cemas, gusar, gundah, dan homesick memang ada, tapi itu dihadapkan pada kokohnya sebuah gunung yang tak mengenal apa itu rasa yang menghinggapi seorang anak manusia. Gunung itu memang curam, tapi ia lembut. Gunung itu memang terjal, tapi ia ramah dengan membiarkan tubuhnya diinjak – injak. Ada banyak luka di tangan, ada kelelahan di kaki, ada rasa haus yang menggayut di kerongkongan, ada tanjakan yang seperti tak ada habis – habisnya. Namun semuanya itu menjadi tak sepadan dan tak ada artinya sama sekali saat kaki menginjak ketinggian. Puncak gunung menjadi puncak dari segala puncak. Puncak rasa cemas, puncak kelelahan, dan puncak rasa haus, tapi kemudian semua rasa itu lenyap bersama tirisnya angin pegunungan.

Lukisan kehidupan pagi Sang Maha Pencipta di puncak gunung tidak bisa diucapkan oleh kata – kata. Semuanya cuma tertoreh dalam jiwa, dalam hati. Usai menikmati sebuah perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri sekaligus menumbuhkan percaya diri, rasanya sedikit mengangkat dagu masih sah – sah saja. Hanya jangan terus – terusan mengangkat dagu, karena walau bagaimanapun, gunung itu masih tetap kokoh di tempatnya. Tetap menjadi paku bumi, bersahaja, dan gagah. Sementara manusia akan kembali ke urat akar di mana dia hidup.

Ya, menghargai hidup adalah salah satu hasil yang diperoleh dalam mendaki gunung. Betapa hidup itu mahal. Betapa hidup itu ternyata terdiri dari berbagai pilihan, di mana kita harus mampu memilihnya meski dalam kondisi terdesak. Satu kali mendaki, satu kali pula kita menghargai hidup. Dua kali mendaki, dua kali kita mampu menghargai hidup. Tiga kali, empat kali, ratusan bahkan ribuan kali kita mendaki, maka sejumlah itu pula kita menghargai hidup.

Hanya seorang yang bergelut dengan alamlah yang mengerti dan paham, bagaimana rasanya mengendalikan diri dalam ketertekanan mental dan fisik, juga bagaimana alam berubah menjadi seorang bunda yang tidak henti – hentinya memberikan rasa kasih sayangnya.

Kalau golongan mayoritas masih terus saja berpendapat minor soal kegiatan mereka, maka biarkan sajalah. Karena siapapun orangnya yang berpendapat bahwa kegiatan ini hanya mengantarkan nyawa saja, bahwa kegiatan ini hanya sia – sia belaka, tidak ada yang menaifkan hal ini. Mereka cuma tak paham bahwa ada satu cara di mana mereka tidak bisa merasakan seperti yang dirasakan oleh para petualang ini, yaitu kemenangan saat kaki tiba pada ketinggian. Coba deh….!!!!!!!!

Penyakit karena alam, Indikasi dan penanganannya

A. Mountain Sickness
• Penyebab : Turunnya kadar oksigen udara pegunungan, menyebabkan turunnya kadar oksigen dalam darah dan akan berakibat langsung ke otak.
• Tanda-tandanya : Mual, muntah, haus, nafas tersengal, lemah, turun nafsu makan , pucat (kebiruan pada bibir dan kuku), pusing dan sakit kepala.
• Pertolongan : Prinsipnya, alirkan lebih banyak oksigen kedalam udara pernapasan dengan cara :
o Menggunakan tabung oksigen
o Turun Kembali ketempat yang lebih rendah
o Berusaha sendiri untuk bernafas lebih cepat dan lebih dalam (agar oksigen dapat terhisap lebih banya). Hati-hati karena dapat semakin pusing dan mual.
o Berjalan pelan-pelan, ambil istirahat dalam beberapa langkah sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan oksigen.

B. EXPOSURE
• Adalah keadaan kelelahan fisik dan mental yang disebabkan oleh keadaan alam/lingkungan.

1. Hipotermia
a. Biasa terjadi pada keadaan basah dan berangin ditempat yang dingin ditandai dengan suhu tubuh yang menurun, rasa lelah, sulit berbicara dan pikiran yang tak terkendali.

b. Pertolongan : Perbaiki keadaan, Ganti pakaian yang basah dengan yang kering jika ada beberapa lapis, istirahat dalam kantong tidur untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. Beri makanan dan minuman hangat agar suhu tubuh kembali normal

2.Heat Stroke
a. Disebabkan suhu yang tinggi dengan pemasukan cairan yang kurang. Dapat terjadi karena berada ditempat yang panas dalam waktu yang lama atau karena olah raga yang mengeluarkan banyak keringat tapi tidak diimbangi dengan cairan masuk yang memadai. Adapun tanda-tandanya antara lain suhu tubuh yang meningkat tak terkendali, keringat berkurang, sangat haus, sesak nafas, sakit kepala sampai penurunan kesadaran. Umumnya didahului dehidrasi.

b. Pertolongan : Bawa ketempat teduh, lindungi dari panas matahari, dinginkan kepala dengan kompres dingin dan beri minuman yang dingin.
Jika terjadi sesuatu hal yang sangat membahayakan selain yang diatas maka korban akan segera dilaporkan ke basecamp menggunakan radio dan langsung dibawa ke camp terdekat apabila tidak sanggup menangani korban, maka korban dibawa ke rumah sakit terdekat.

surat Soe Hok Gie

Dan mereka tidak berpikir kreatif, terlalu pragmantis. Kadang-kadang saya takut memikirkan masa depan. Minggu-minggu ini saja banyak berpikir. Lebih-lebih sejak saya pulang dari gunung. Mungkin karena kurang pekerjaan dan saya mencoba melakukan intropreksi pada diri saya sendiri. Tidak ada perasaan sedih tidak ada perasaan menyesal, ya tidak ada perasaan apa-apa. Seolah-olah semuanya sebagai angin dingin yang menggigilkan, tetapi saja tidak punya pilihan lain kecuali kenerimaannya. Saya tidak punya kegairahan seperti setahun yang lalu. Mungkin saja telah terlalu lelah, dan ingin menyelesaikan skripsi saja. Mungkin juga semuanya ini semacam tanda bahwa dunia saya berlainan dengan dunia teman-teman yang lebih muda. Dipintu rasanya telah mengetuk suara-suara halus yang menyilahkan saya untuk meninggalkan dunia yang begitu lama saya gauli. Bersama tertawa, bertengkar, ngobrol dll nya. Saya akan hadapi semuanya. 
Mungkin surat ini agak aneh untukmu. Dan mungkin surat seperti ini tidak kau harapkan. Kalau demikian maafkan, saya hanya sekedar ngeluh pada kamu. Selamat kerja, dan sampai lain kali.
Soe Hok Gie

Ben Anderson 
Profesor emeritus dalam bidang hubungan internasional di Universitas Cornell. Pakar sejarah dan politik Indonesia pada abad ke-20.

surat dari sahabat untuk sahabat (dari soe hok gie untuk herman o. lantang)

dan mereka tidak berpikir kreatif, terlalu pragmantis, kadang-kadang takut memikirkan masa depan. 
minggu-minggu ini saya banyak berpikir. lebih-lebih sejak saya pulang dari gunung. mungkin karena kurang pekerjaan dan saya mencoba mengadakan introspeksi pada diri saya sendiri. tidak ada perasaan sedih, tak ada perasaan menyesal, dan tidak ada perasaan apa-apa. seolah-olah semuanya sebagai angin dingin yang menggigilkan, tetapi saja tak punya pilihan lain kecuali kemenerimaannya. saya tak punya kegairahan seperti setahun yang lalu, mungkin saya telah terlalu lelah, dan ingin menyelesaikan skripsi saja. mungkin juga semuanya ini semacam tanda bahwa dunia saya telah berlainan dengan dunia teman-teman yang lebih muda. 

dipintu rasanya telah mengetuk suara-suara halus yang menyilahkan saya untuk meninggalkan dunia yang begitu lama saya gauli. bersama tertawa, bertengkar, ngobrol dll nya. saya akan hadapi semuanya.
mungkin surat ini agak aneh untukmu. dan mungkin surat seperti ini tidak kau harapkan. kalau demikian maafkan, saya hanya sekedar ngeluh pada kamu. selamat kerja, dan sampai lain kali.
soe hok gie

SEMERU



“Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru, sekali-kali menjadi orang tertinggi di P. Jawa."

Puisi terakhir Idhan Lubis

Jika Berpisah

Disini kita bertemu, satu irama
Diantara wajah-wajah perkasa…
Tergores duka dan nestapa,
Tiada esa puncak menjulang disana

Bersama jatuh dan bangun
Dibawah langit biru pusaka...
Antara dua samudra...
Bersama harapanku juga kau
Satu nafas
Kita yang terhempas
Pengabdian...dan...kebebasan...

Bila kita berpisah
Kemana kau aku tak tahu sahabat
Atau turuti kelok-kelok jalan
Atau tinggalkan kota penuh merah flamboyan
Hanya bila kau lupa
Ingat...

Pernah aku dan kau...
Sama-sama daki gunung-gunung tinggi
Hampir kaki kita patah-patah
Dan nafas kita putus-putus
Tujuan esa, tujuan satu:
Pengabdian dan pengabdian kepada...
...Yang Maha Kuasa...

Idhan Lubis
Polonia, 8 Desember 1969

Soe Hok Gie. Jakarta, 1942-1969

Senja ini, ketika matahari turun dalam jurang-jurangmu
Aku akan kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara denganmu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semata
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti
Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan
“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi tanda tanya
tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita menawar
terimalah dan hadapilah”
Dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu
Aku cinta kamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup

Soe Hok Gie. Jakarta, 1942-1969

SEJARAH PECINTA ALAM

Kegiatan alam terbuka khususnya mendaki gunung sendiri sebenarnya sudah dikenal sejak lama, baik yang dilakukan karena tuntutan hidup atau karena alasan yang lain, perang misalnya. Seperti yang dilakukan oleh Hanibal panglima kerajaan Kartago atas pegunungan Alpen yang bersejarah atau petualangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan yang melintasi Pegunungan Karakoram dan Kaukasus untuk menuju Asia Tengah. Babak baru olahraga pendakian gunung dimulai ketika berdiri perkumpulan pendaki gunung tertua di dunia yaitu British Alpine Club (1857). 
Kegiatan alam terbuka mulai terorganisir ketika bapak pandu dunia Lord Boden Powel mengenalkan kegiatan alam terbuka kepada anak-anak dan remaja di Inggris pada saat itu. Dari sinilah mulai terbentuk organisasi-organisasi kepanduan yang mengacu pada konsep dasar yang dibuat oleh Lord Boden Powel yaitu “bermain dan belajar dari alam”. Disusul kemudian dengan berdirinya organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang kelestarian lingkungan hidup di dunia, Green Peace salah satunya.
Di Indonesia, organisasi yang mewadahi kegiatan alam terbuka dimulai oleh perkumpulan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri yang berdiri pada bulan Mei 1964, sebagai metamorfosis organisasi kepanduan yang ada pada saat itu. Dan di penghujung tahun yang sama berdiri MAPALA UI dengan Soe Hok Gie sebagai pendirinya. Wanadri dan MAPALA UI inilah yang menjadi pemicu berdirinya organisasi-organisasi pecinta alam lainnya di Indonesia. 

PECINTA ALAM, BAGAIMANA SEHARUSNYA?
Pecinta Alam adalah organisasi yang mewadahi anggotanya dalam berkegiatan di alam terbuka, lingkungan hidup dan tentunya memberikan pembelajaran bagaimana seharusnya seorang PA harus bersikap dan bertindak. Baik itu ketika sedang berkegiatan di alam terbuka maupun dalam kehidupan kesehariannya. Namun dewasa ini, PA seperti telah kehilangan arti sebenarnya. Dikarenakan dari orang-orang PA sendiri yang hanya menjadikan PA sebagai wadah untuk mencari ‘jati diri’ dari kebanggaan-kebanggan karena telah ‘menakhlukkan’ alam. Padahal alam disini bukan hanya sekedar obyek. Alam bisa berbicara, tentu dengan bahasa mereka. Yang seharusnya dijadikan sebagai ‘guru’ bagi kita semua, yang menyebut dirinya seorang PA. 
Seorang PA sebagai seorang manusia adalah makhluk Tuhan yang hidup di lingkungan bersama masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu seorang PA harus bisa menempatkan dirinya di hadapan Tuhan, lingkungan dan manusia yang lain.
Di hadapan Tuhan seorang PA harus sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan-Nya. Menjaga, memelihara dan menggunakan sumber daya alam yang ada sesuai dengan kebutuhan adalah wujud nyata pengabdian seorang PA terhadap Tuhan dan lingkungannya. Selain respek terhadap lingkungan alam, seorang PA juga harus respek terhadap lingkungan budaya yang akan sering ia hadapi. 
Dalam perjalanan di alam tebuka, seorang PA akan melalui daerah-daerah dimana terdapat adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan penduduk setempat yang terkadang terasa aneh oleh kita yang tidak terbiasa. Adat-istiadat yang berbeda ini harus dipandang dengan sikap yang positif, dengan menghargainya sebagai salah satu kebudayaan yang beraneka ragam yang dimiliki oleh negeri ini. Dengan menghargai adat-istiadat, kepercayaan dan kebiasaan penduduk setempat, akan membuat kita lebih mudah berkomunikasi dengan mereka yang lebih mengenal tentang wilayah yang kita kunjungi tersebut. Yang dijadikan catatan adalah bagaimana cara kita menyikapi hal-hal yang merupakan adat-istiadat, kepercayaan dan kebiasaan penduduk setempat, sehingga tidak membuat mereka sakit hati karena merasa tidak dihormati oleh tamunya.
Dengan manusia yang lain seorang PA harus bisa mengejawantahkan fenomena-fenomena alam yang masing-masing memberikan arti-arti filosofis yang positif. Yaitu: seorang PA harus bisa memberi semangat (surya), memberi keindahan (candra/bulan), menjadi tauladan (kartika/bintang), fleksibel (bayu/angin), berwibawa (angkasa), tegas (gegana/api), berpikiran luas (samudra) dan menghargai orang lain (bumi). 

PECINTA ALAM DAN KEGIATAN ALAM TERBUKA
Kegiatan alam terbuka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kegiatan ilmiah/riset: penelitian hutan, botani, zoologi, geologi dll.
2. Kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan: pencarian sumber minyak dan bahan tambang, pemetaan dll.
3. Kegiatan petualangan/penjelajahan: pendakian gunung, penyusuran sungai, penyusuran gua, penyusuran pantai dll.
4. Kegiatan olah raga dan rekreasi: camping, out bond dll.
5. Kegiatan kemanusiaan: Search and Rescue.
Seseorang yang melakukan kegiatan alam terbuka berarti secara langsung berhubungan dengan kondisi-kondisi yang cenderung mengandung bahaya. Disini dikenal dua jenis bahaya yang dihadapi oleh para penggiat alam terbuka, yaitu: subjective danger dan objective danger. 
Subjective danger adalah bahaya yang disebabkan oleh pelakunya sendiri, yang dalam konteks ini adalah penggiat alam terbuka. Bahaya ini kebanyakan disebabkan karena kurangnya pemahaman keilmuan penggiat alam terbuka tentang kegiatan yang akan dilakukannya. 
Objektive danger adalah bahaya yang ada dari medan kegiatan alam terbuka itu sendiri. Antara lain cuaca, keadaan medan dan keadaan lingkungan. Bahaya ini dapat diminimalisir dengan pencarian informasi tentang medan yang akan dihadapi. Baik itu dari literatur-literatur yang ada atau lewat informasi personal. Serta pemilihan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan alam terbuka.
Collin Mortlock, seorang pakar pendidikan alam terbuka mengkategorikan kemampuan yang diperlukan oleh penggiat alam terbuka sebagai berikut:
1. Technical Skill, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan.
2. Physical Skill, yang mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu.
3. Human Skill, yaitu pengembangan sikap positif kesegala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Antara lain: kemauan, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4. Environment Knowledge Skill, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.
Yang terpenting dalam melakukan kegiatan alam terbuka adalah adanya penghargaan terhadap hidup si pelaku kegiatan sendiri. Melakukan kegiatan alam terbuka dengan menerapkan prosedur yang benar (safety procedure) adalah sebuah keharusan bagi seorang penggiat alam terbuka. 

Kami berpetualang bukan karena kebanggaan, 
bukan pula karena mencintai kematian. 
Tapi kami berpetualang karena kami ingin belajar
dan karena kami sangat menghargai hidup.

Navigasi Darat


Navigasi darat merupakan ilmu praktis. Kemampuan bernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyalah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara lengkap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi.

Dalam mendaki naik gunung, ada pengetahuan dasar khususnya menyangkut navigasi darat atau peta-kompas yang harus dimiliki seorang pendaki. Peralatan navigasi standar yang harus dibawa saat mendaki gunung adalah peta, kompas, dan altimeter. Dalam arti populer, peta adalah representasi bentuk bentang bumi yang dicetak di kertas.

Peta sendiri ada banyak ragamnya, sesuai keperluan. Namun peta yang bermanfaat bagi pendaki gunung adalah topografi, peta yang menggambarkan bentuk-bentuk dan kondisi permukaan bumi. Dalam melihat peta, perhatikan skala atau perbandingan jarak dengan jarak sebenarnya. Skala peta dapat ditunjukkan dalam angka (misalnya 1:250.000) atau dalam bentuk garis. Untuk itu, jangan menggunakan fotokopi peta yang diperbesar atau diperkecil ukurannya.

Selain membingungkan penghitungan jarak, pembesaran peta tidak menunjukkan akurasi relief bumi. Ada baiknya, pendaki lebih dahulu mempelajari makna le-genda (simbol konvensional) dan kontur-garis penunjuk relief bumi-yang ada di peta. Penjelasan legenda selalu ada di bagian bawah peta. Dengan membaca kontur, dapat dibayangkan kondisi medan sebenarnya. Garis-garis kontur bersisian rapat menunjukkan medan yang curam, bila jarang berarti medannya landai.

Lengkungan kontur yang menonjol keluar dari sebuah titik, menggambarkan punggung bukit atau gunung (ridge), sebaliknya adalah lembah. Di lembah-lembah seperti itu biasanya ada aliran sungai. Ditambah kompas, peta merupakan alat untuk dapat menentukan posisi pendaki di gunung atau menunjukkan arah jalan. Teknik menggunakan variasi kompas dan peta dikenal dengan cross bearing, terbagi dalam resection (menentukan posisi kita di dalam peta) dan intersection (menentukan posisi satu tempat di peta).

Resection dilakukan dengan mula-mula mencari dua titik di medan sebenarnya yang dapat diidentifikasi dalam peta seperti puncak-puncak gunung. Kedua, hitunglah sudut (azimuth) kedua obyek tadi terhadap arah utara dengan kompas. Ketiga, pindahlah ke peta. Dengan menggunakan busur derajat, letakkan titik pusat busur derajat menghimpit titik identifikasi obyek dalam peta. Bila sudut azimuth yang diperoleh kurang dari 180 derajat, tambahkan azimuth itu dengan angka 180 derajat. Bila azimuth yang didapat dari kompas lebih dari 180 derajat, tambahkan dengan angka 180 derajat. Keempat, gunakan angka hasil perhitungan itu (dinamakan teknik back azimuth) untuk membuat garis lurus dari titik identifikasi. Perpotongan dua garis dari dua titik identifikasi menunjukkan letak kita di dalam peta.

Menentukan titik awal perjalanan di peta merupakan hal yang penting. Di tengah perjalanan, seorang pendaki kerap tidak dapat memainkan teknik cross bearing karena faktor cuaca atau medan yang tidak memungkinkan melihat titik-titik orientasi. Bila demikian, membandingkan keadaan medan sekitar dengan kontur peta dan merunutnya dari titik awal perjalanan, kadang menjadi satu-satunya cara menentukan posisi. Dalam keadaan seperti itu, altimeter atau piranti penunjuk ketinggian sangat dibutuhkan.

Saat ini fungsi kompas dan altimeter dapat diganti dengan GPS (Global Positioning System/piranti canggih menggunakan sinyal satelit). Dengan alat itu, pendaki dapat mengetahui kedudukannya dalam lintang dan bujur (koordinat) bumi. Pemakainya tinggal mencari besaran koordinat di peta. Bahkan GPS model mutakhir dapat menyimpan rekaman gambar peta melalui CD-Rom. Dengan begitu, pendaki bisa mengabaikan peta karena peta sekaligus tersaji di layar monitornya. Bisa juga menggunakan jam tangan keluaran suunto dan casio yang ada fitur altimeter, barometer dan kompas.

Peta
 Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.

Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta :

-          Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta
-          Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta
-          Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya
-          Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang berketinggian sama diatas permukaan laut.
-          Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada dibawah skala angka).
-          Legenda peta, adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut dibuat untuk memudahkan  pembaca menganalisa peta.

Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat Geologi Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta AMS (American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun 1960. Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak antar kontur) 25 m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval kontur 12,5m). Peta keluaran Bakosurtanal biasanya berwarna.

Koordinat
 Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan posisi dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain.

Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu :

Koordinat Geografis (Geographical Coordinate)
 Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut satu karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30 detik (30), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1 menit (60).

Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM)
 Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1mm).

Analisa Peta
 Salah satu faktor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa peta. Dengan satu peta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang keadaan medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi daerah di peta tersebut.

Unsur dasar peta
 Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya, pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta, tahun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya.

Mengenal tanda medan
 Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam legenda peta, kita dapat menganalisa peta topografi  berdasarkan bentuk kontur. Beberapa ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda  medan :

Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan Garis yang berketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang berketinggian lebih tinggi, kecuali diberi keterangan secara khusus, misalnya kawah. Beda ketinggian antar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah  Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal mempunyai kontur rapat.

Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi :

-          Puncak bukit atau gunung biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya.
-          Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya melengkung menjauhi puncak
-          Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya tajam menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat.
-          Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian
-          Pass, merupakan celah memanjang yang membelah suatu ketinggian
-          Sungai, terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur, biasanya ada di lembahan, dan namanya tertera mengikuti alur sungai. Dalam membaca alur sungai ini harap diperhatikan lembahan curam, kelokan-kelokan dan arah aliran.
-          Bila peta daerah pantai, muara sungai merupakan tanda medan yang sangat jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, tanjung dan teluk

Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai asumsi awal dalam menyusun perencanaan perjalanan diperlukan Kompas. Kompas adalah alat penunjuk arah, dan karena sifat magnetnya, jarumnya akan selalu menunjuk arah utara selatan (meskipun utara yang dimaksud disini bukan utara yang sebenarnya, tapi utara magnetis). Secara fisik, kompas terdiri dari :

-          Badan, tempat komponen lainnya berada
-          Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat dengan megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak terganggu/peta dalam posisi horizontal.
-          Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin.
-          Jenis kompas yang biasa digunakan dalam navigasi darat ada dua macam yakni kompas bidik (misal kompas prisma) dan kompas orienteering (misal kompas silva, suunto dll). Untuk membidik suatu titik, kompas bidik jika digunakan secara benar lebih akurat dari kompas silva. Namun untuk pergerakan dan kemudahan ploting peta, kompas orienteering lebih handal dan efisien.

Dalam memilih kompas, harus berdasarkan penggunaannya. Namun secara umum, kompas yang baik adalah kompas yang jarumnya dapat menunjukkan arah utara secara konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu lama. Bahan dari badan kompas pun perlu diperhatikan harus dari bahan yang kuat/tahan banting mengingat kompas merupakan salah satu unsur vital dalam navigasi darat

Orientasi Peta
 Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta dengan medan sebenarnya ( atau dengan kata lain menyamakan utara peta dengan utara sebenarnya). Sebelum anda mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal dulu tanda-tanda medan sekitar yang menyolok dan posisinya di peta. Hal ini dapat dilakukan dengan pencocokan nama puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi anda dimana.

Orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa perkiraan posisi anda dipeta adalah benar. Langkah-langkah orientasi peta :

-          Usahakan untuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang menyolok.
-          Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar
-          Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai dengan arah medan sebenarnya
-          Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan tanda-tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beberapa tanda medan
-          Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yang sebenarnya. Ingat hal-hal khas dari tanda medan.

Jika anda sudah lakukan itu semua, maka anda sudah mempunyai perkiraan secara kasar, dimana posisi anda di peta. Untuk memastikan posisi anda secara akurat, dipakailah metode resection.

Resection
 Resection adalah menentukan posisi kita dipeta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan dua tanda medan yang terlihat jelas dan dapat dibidik (untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebon teh misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas). Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah pasti.

Langkah-langkah melakukan resection :

-          Lakukan orientasi peta
-          Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2 buah
-          Dengan busur dan penggaris, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan tersebut (untuk alat tulis paling ideal menggunakan pensil mekanik).
-          Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dengan menggunakan kompas bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, namun kurang akurat.
-          Pindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta dan hitung sudut pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai titik acuan.
-          Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah posisi kita dipeta.

Intersection
 Intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat dilapangan tetapi sukar untuk dicapai. Sebelum intersection kita sudah harus yakin terlebih dahulu posisi kita dipeta. Biasanya sebelum intersection, kita sudah melakukan resection terlebih dahulu.

Langkah-langkah melakukan intersection adalah:

-          Lakukan orientasi peta
-          Lakukan resection untuk memastikan posisi kita di peta.
-          Bidik obyek yang kita amati
-          Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta
-          Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan langkah 1-3
-          Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi obyek yang dimaksud.

Peralatan yang dibutuhkan :

-          Kompas bidik atau prisma
-          Connector
-          Peta Topografi
-          Pensil
-          Penggaris
-          Spidol warna

Azimuth – Back Azimuth
 Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Jika anda membidik sebuah tanda medan, dan memperolah sudutnya, maka sudut itu juga bisa dinamakan sebagai azimuth. Kebalikannya adalah back azimuth.

Dalam resection back azimuth diperoleh dengan cara:
Jika azimuth yang kita peroleh lebih dari 180º maka back azimuth sama dengan azimuth dikurangi 180º.  Misal anda membidik tanda medan, diperoleh azimuth 200º. Back azimuthnya adalah 200º- 180º = 20º
Jika azimuth yang kita peroleh kurang dari 180º, maka back azimuthnya dama dengan 180º ditambah azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, seiperoleh azimuth 160º, maka back  azimuthnya adalah 180º+160º = 340º

Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita untuk dapat melakukan ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidikan). Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode pergerakan sudut kompas (lurus/ man to man). Prinsipnya membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan kompas ke depan dan ke belakang pada jarak tertentu.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

-          Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lurus dan hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sudut dari titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back azimuth.
-          Perhatikan tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan.
-          Perhatikan tanda medan lain pada lintasan yang dilalui.
-          Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalanan kita, dan tentukan tanda medan lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidikan ini dinamakan azimuth.
-          Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik kembali ke titik pertama tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut kompas (back azimuth).
-          Sering terjadi tidak ada benda/tanda medan tertentu yang dapat dijadikan sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh seorang rekan sebagai tanda. Sistem pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man.

Merencanakan Jalur Lintasan
 Dalam navigasi darat tingkat lanjut, kita diharapkan dapat menyusun perencanaan jalur lintasan dalam sebuah medan perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya ingin pergi ke gunung Semeru, tapi dengan menggunakan jalur sendiri. Penyusunan jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi, dalam menafsirkan sebuah peta topografi, mengumpulkan data dan informasi dan mengolahnya sehingga anda dapat menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang matang. Dalam proses perjalanan secara keseluruhan, mulai dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan membahas khusus tentang perencanaan pembuatan medan lintasan.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum anda memplot jalur lintasan. Pertama, anda harus membekali dulu kemampuan untuk membaca peta, kemampuan untuk menafsirkan tanda-tanda medan yang tertera di peta, dan kemampuan dasar navigasi darat lain seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta kompas, dan sebagainya, minimal sebagaimana yang tercantum dalam bagian sebelum ini.

Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan lebih membantu dalam perencanaan jika anda punya informasi tambahan lain tentang medan lintasan yang akan anda plot. Misalnya keterangan rekan yang pernah melewati medan tersebut, kondisi medan, vegetasi dan airnya. Semakin banyak informasi awal yang anda dapat, semakin matang rencana anda.

Tentang jalurnya sendiri, ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat. Pertama adalah tipe garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik lurus antara titik awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik belok, yakni jalur lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena pada titik-titik tertentu kita berbelok dengan menyesuaian kondisi medan. Yang ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide punggungan/guide lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak lurus benar, tapi menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda medan tertentu sebagai petokan pergerakannya.

Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

-          Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut.
-          Titik awal harus mudah dicapai/gampang aksesnya
-          Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk dijadikan sebagai patokan, sehingga dalam perjalanan nanti anda dapat menentukan posisi anda di peta sesering mungkin.
-          Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan pergerakan vegetasi yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan lintasan. Anda harus bisa memperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke berapa medannya berupa tanjakan terjal dan sebagainya.
-          Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, usahakan untuk selalu berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur tersebut sehingga resiko bisa diminimalkan.

Penampang Lintasan
 Penampang lintasan adalah penggambaran secara proporsional bentuk jalur lintasan jika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan.. Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut pendangnya dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk medan lintasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang kerapatannya sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya. Untuk memudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada, maka dibuatlah penampang lintasan.

Beberapa manfaat penampang lintasan :

-          Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan
-          Memudahkan kita untuk menggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman medan
-          Dapat mengetahui titik-titik ketinggian dan jarak dari tanda medan tertentu

Untuk menyusun penampang lintasan biasanya menggunakan kertas milimeter block, guna menambah akurasi penerjemahan dari peta topografi ke penampang.

Langkah-langkah membuat penampang lintasan:

-          Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil mekanik/pensil biasa yang runcing,   penggaris dan penghapus
-          Buatlah sumbu x, dan y. sumbu x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y mewakili ketinggian, dengan satuan mdpl (meter diatas permukaan laut). Angkanya bisa dimulai dari titik terendah atau dibawahnya dan diakhiri titik tertinggi atau diatasnya.
-          Tempatkan titik awal di sumbu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian titik tersebut. Lalu pada perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi, dengan jarak dan ketinggian sesuai dengan perubahan kontur pada jalur yang sudah anda buat. Demikian seterusnya hingga titik akhir.
-          Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik tersebut dihubungkan sat sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis menanjak, turun dan mendatar.
-          Tambahkan keterangan pada tanda-tanda medan tertentu, misalkan nama-nama sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik bivak dan titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang vegetasi pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam menggunakan penampang yang telah dibuat.